Religion And Human Rights

Ada tiga prinsip kehidupan bernegara yang sering terkait dan lahir dari suatu filsafat politik setelah zaman pencerahan, yaitu demokrasi, Negara hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Ketiga hal tersebut lahir pada abad ke 17 dan ke 18 Masehi, yang tampaknya sebagai reaksi terhadap keabsolutan Raja-raja dan kaum feodal pada zaman itu terhadap raykat yang mereka perintah atau manusia yang mereka pekerjakan.1 Masyarakat manusia di zaman silam terdiri dari dua lapisan besar, yaitu lapisan atas (minoritas) yang mempunyai hak-hak, dan lapisan bawah (mayoritas) yang mempunyai kewajiban dan tidak mempunyai hak karena mereka diperlakukan sewenang-wenang oleh pihak yang berkuasa atas diri mereka.
Sebagai reaksi terhadap kepincangan tersebut, timbullah gagasan suapaya lapisan bawah itu diangkat derajatnya dari kedudukan budak menjadi sama dengan lapisan atas. Muncullah ide persamaan dan kebebasan yang ditonjolkan oleh Revolusi Prancis pada akhir abad ke 18.2 Hingga kemudian muncul Deklarasi Universal HAM, dimana sejumlah konsep perlindungan terhadap martabat dan jaminan kebebasan individu dimuat.
Hak-hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta. Oleh karenanya tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. HAM kemudian menjamin kebebasan tiap individu untuk beragama, berpolitik, mendapatkan pendidikan, kehidupan yang layak, mendapat perlakuan sama dimuka hukum dan sebagainya. Meskipun demikian bukan berarti dengan hak-haknya itu seorang individu dapat berbuat semaunya.
Namun kenyataannya sekarang kekerasan yang melanggar HAM terlihat massif. Di Indonesia khususnya, meskipun menganut prinsip Negara hukum dan demokrasi serta memiliki konstitusi yang menyatakan pemihakan pada perlindungan HAM, ternyata senantiasa terjadi pelanggaran HAM yang sangat banyak. Diantaranya dilakukan oleh aparat dan pemerintah.3 Hal ini dapat lebih banyak terjadi pada masa Orde Baru, yang mana pelanggaran HAM terjadi dalam kasus politik (Timur Timur, Aceh, Tanjung Priok, dll), kekerasan terhadap hak berorganisasi, penyaluran aspirasi, dan kekerasan lainnya.
Pelanggaran HAM yang paling mutakhir terjadi di negeri ini yaitu kaitannya dengan kebebasan beragama. Terjadinya kekerasan atas nama agama yang mendiskriminasi agama lain, merusak tempat ibadah, menyuarakan nahy munkar dengan kekerasan seperti merusak tempat umum yang dianggap dapat merusak moral dan identitas bangsa yang mayoritas penduduknya muslim.
Kekerasan yang menggunakan agama sebagai tameng ini jelas merupakan aksi yang melanggar hak asasi warga Negara yang lain. Dengan menyadari kemajemukan masyarakat Indonesia maka Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu (pasal 29 ayat 2 UUD 1945). Beragama adalah salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus ditegakkan dan dilindungi oleh Negara melalui aparaturnya. Dalam menjalankan tugasnya, Negara harus kuat dan tegas menegakkan dan menjamin HAM. Agama dan HAM merupakan bagian-bagian yang saling mendukung dan menguatkan dalam suatu negara demokrasi. Pertanyaannya adalah mengapa para penganut agama-agama yang berbeda tidak bisa toleran dan menghargai perbedaan dengan menghormati warga lain yang berbeda agama sekaligus memegang teguh otentisitas kebenaran agamanya sendiri?

Referensi:
1.Barmawi Mukti, HAM dan Kebebasan Beragama di Indonesia (Jurnal asy-Syir’iyah Fak. Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. 36 No. 1 Th. 2002), 18
2.Ibid.,19
3. Moh. Mahfud, MD, Politik Hukum Hak Asasi Manusia di Indonesia (UII Press, Yogyakarta: 2002), 49

(Ringkasan Tugas matakuliah Filsafat Agama dan Resolusi Konflik)
Husnatul Mahmudah
AF-SARK
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

posted under |

0 komentar:

Posting Komentar

jangan lupa tinggalkan komentar ya...trims

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Popular Posts

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

    Translate


Recent Comments